Rabu, 23 Juli 2008

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Penelitian

Rumah sakit sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan telah mengalami proses perubahan orientasi nilai dan pemikiran. Fungsi rumah sakit yang tadinya sebagai tempat untuk pengobatan penyakit, kini telah berkembang kearah kesatuan upaya pelayanan untuk seluruh masyarakat mencakup aspek promotif, preventif dan rehabilitatif. Kesatuan upaya-upaya ini bukan hanya pada terselenggaranya program saja tetapi telah menekankan aspek mutu pelayanan. Penelitian tentang mutu pelayanan membuktikan bahwa mutu pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan (health needs and demand), yang bila terpenuhi akan menimbulkan rasa puas (Client Satisfaction) terhadap pelayanan yang diselenggarakan (Azwar A, 1996 : 112).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 159b/Menkes/Per/II/1988, bahwa Rumah Sakit adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dan spesialistik, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan perawatan baik rawat jalan maupun rawat inap. Karena merupakan industri dalam bidang jasa, tentunya pengelolaan yang profesional dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada penggunanya merupakan hal yang menjadi acuan utamanya. Pelayanan terbaik dan professional dimaksud secara tidak langsung menegaskan pentingnya mutu/kualitas pelayanan rumahsakit dan elemen di dalamnya.
Sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan, perubahan sosial budaya masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, masyarakat semakin menuntut pelayanan yang berkualitas sesuai harapannya. Bagi rumah sakit-rumah sakit swasta, perubahan diadopsi dengan cepat melalui upaya berbagai perubahan yang berfokus pada upaya perbaikan mutu/kualitas pelayanan. Regulasi keuangan dan sistem birokrasi yang pendek dimana ia mengelola dirinya sendiri tanpa banyak terlibat dengan institusi di luar dirinya memungkinkan pengelolaan institusi swasta mudah untuk menjawab setiap keluhan konsumen tanpa perlu birokrasi yang panjang.
Bagi rumah sakit milik pemerintah perubahan dirasa lamban diadopsi. Banyak faktor yang menyebabkan kurang agresifnya rumah sakit pemerintah dalam merespon masalah kualitas pelayanan. Ketersediaan dana, kurangnya sarana dan prasarana pendukung, sampai pada kualitas sumber daya manusia yang ada adalah beberapa faktor yang sering disebut sebagai kendala utama. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah bersifat lamban, terlalu mengikuti prosedur sehingga terkesan berbelit-belit (Boedihartono, 1990 : 187). Padahal tuntutan akan peningkatan kualitas pelayanan di rumah sakit pemerintah sering mengemuka.
Agar dapat bersaing dan bertahan hidup, dan berkembang Rumah Sakit dituntut untuk mampu memberikan pelayanan berkualitas yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien. Produk jasa yang tidak memenuhi kualitas pasien dengan sangat mudah ditinggalkan dan akhirnya pasien beralih ke Rumah Sakit lain. Untuk mengantisipasi hal tersebut tentunya akan mengutamakan pelayanan yang berorientasi pada pelayanan yang mengutamakan kepuasan pasien.
Pendapatan Rumah Sakit tergantung dari kunjungan pasien dan juga dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang dihasilkan oleh rumah sakit yang bersangkutan. Kecepatan, kenyamanan dan kebenaran dalam memberikan pelayanan serta prosedur yang sederhana sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan.
Kepuasan pasien akan pelayanan rumah sakit dapat terlihat dari tingkat hunian Instalasi Rawat Inap yang merupakan bagian dari Rumah sakit dimana pasien/masyarakat mendapatkan pelayanan untuk dirawat. Mereka merasakan 24 jam berada di rumah sakit sehingga mereka akan sangat sensitif terhadap pelayanan yang diterimanya. Instalasi rawat inap telah menjadi indikator penting untuk menilai kepuasan pelanggan rumah sakit.
Rumah sakit Mata Cicendo walaupun menjadi satu-satunya rumah sakit spesialis mata yang ada di Bandung tetap dihadapkan pada kemungkinan beralihnya pelanggan ke rumah sakit umum yang menyediakan pelayanan mata terutama rumah sakit-rumah sakit swasta. Oleh karenanya peningkatan kualitas pelayanan mutlak diperlukan untuk meningkatkan kepuasan pelanggannya.
Adanya dua kelompok pasien, yaitu pasien umum dan pasien Askes itu menjadi penting untuk dilakukan penelitian mengenai pengaruh kepuasaan layanan pada pasien di instalasi rawat inap RSMC dengan membandingkan antara pasien umum dan pasien askes di instalasi rawat inap RSMC. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan lima variabel yang diduga mempengaruhi kepuasaan layanan pasien. Kelima variabel bebas tersebut yaitu : Variabel reability (keterandalan), responsiveness (cepat tanggap), empaty (empati), assurance (jaminan), tangible (nyata) (Rangkuti, 2003 :30).
Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian pusat data Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung menunjukan bahwa dalam periode lima tahun terakhir yaitu tahun 2002 s/d 2006 kunjungan pasien Rawat Inap cenderung mengalami peningkatan. Dari dua kategori pasien yaitu kelompok pasien umum, dan Asuransi kesehatan terlihat seperti pada grafik di bawah ini:
Grafik 1.1

PERKEMBANGAN JUMLAH KUNJUNGAN PASIEN
DI INSTALASI RAWAT INAP DI RSMC BANDUNG
PERIODE JANUARI S/D JUNI 2007
Umum
Askes Sumber : Seksi Pulahta RS. Mata Cicendo 2007


Grafik 1.1 di atas menunjukan bahwa dalam lima tahun terakhir secara keseluruhan jumlah pasien yang menjalani perawatan mengalami kenaikan. Pasien terkategori umum secara aktual membayar langsung atas pelayanan rumah sakit terlihat jumlahnya meningkat, begitu pula dari kategori yang mendapat pembayaran dari askes terlihat meningkat.
Dilihat dari data diatas kenaikan jumlah pasien di Instalasi Rawat Inap RSMC Bandung berhubungan dengan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien. Untuk dapat menentukan kebijakan pemasaran yang tepat, khususnya dalam pelayanan kepada pasien, diperlukan kajian tentang dimensi pelayanan kepada pasien instalasi rawat inap RSMC Bandung.

1.2 Perumusan Masalah.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian adalah :
Apakah ada pengaruh variabel reability (keterandalan), responsiveness (cepat tanggap), emphaty (empati), assurance (jaminan), dan tangible (nyata) terhadap kepuasan pasien di ruang Instalasi Rawat Inap RS Mata Cicendo Bandung.
Dimensi-dimensi apa saja kualitas layanan yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien instalasi ruang Rawat Inap RSMC Bandung berdasarkan dimensi reability (keterandalan), responsiveness (cepat tanggap), emphaty (empati), assurance (jaminan), dan tangible (nyata) di ruang Instalasi Rawat Inap RS Mata Cicendo Bandung.

1.3 Tujuan Penelitian
1. Membuktikan pengaruh variabel bebas reability (keterandalan), responsiveness (cepat tanggap), emphaty (empati), assurance (jaminan), dan tangible (nyata) terhadap kepuasan pasien.
2. Mengidentifikasi dimensi-dimensi kualitas layanan yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien instalasi ruang Rawat Inap RSMC Bandung berdasarkan dimensi reability (keterandalan), responsiveness (cepat tanggap), emphaty (empati), assurance (jaminan), dan tangible (nyata).

1.4 Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis
a. Sebagai sumbangan penting dan memperluas wawasan bagi kajian ilmu manajemen dalam mengelola manajemen kesehatan khususnya manajemen rumah sakit sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan untuk pengembangan penelitian kesehatan.
b. Menambah konsep baru yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan penelitian lebih lanjut bagi pengembangan ilmu manajemen kesehatan.

2. Kegunaan Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat menjadi kajian dalam meningkatkan pelayanan prima pada RSMC Bandung dan perubahan mutu pelayanan yang senantiasa responsive dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tolok ukur kinerja dalam mencari terobosan mutu layanan terhadap kepuasan bagi masyarakat.

1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan Tesis ini mengacu kepada Pedoman Penulisan Tesis yang dikeluarkan oleh Sekolah Tinggi Manajemen IMNI Program Pasca Sarjanan Magister Manajemen Tahun 2007
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berupa pengantar mengenai arti penting topik tersebut untuk diteliti, alur berpikir hingga muncul permasalahan yang diakhiri oleh perumusan masalah yang berbentuk kalimat tanya
1.2 Perumusan Masalah
Berisi berupa pertanyaan dari alur berpikir yang muncul dari permaslahan.
1.3 Tujuan Penelitian
Berisi tujuan diadakannya penelitian tersebut .

1.4 Manfaat Penelitian
Berisi manfaat teoritis dan manfaat praktis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Berisi penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.
2.2 Landasan Teori
Berisi uraian menegnai landasan teori dan landasan empiris yang mendukung pendekatan pemecahan masalah yang akan diteliti.
2.3 Kerangka Pemikiran
menggambarkan yang melandasi hipotesis, sehingga penelitian dapat dilakukan terarah.
2.4 Hipotesis
Sub Bab ini berisi dugaan sementara yang akan diuji kebenarannya.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Identifikasi variabel-variabel penelitian
Berisi variabel apa saja yang ada dalam penelitian tersebut
3.2 Definisi operasional variabel-variabel penelitian
Bentuk operasional dari variabel-variabel yang digunakan, biasanya berisi definisi konseptual, indikator yang digunakan, alat ukur yang digunakan (bagaimana cara mengukur) & penilaian alat ukur
3.3 Populasi dan Sampel
Berisi mengenai populasi, sampel dan teknik sampling yang digunakan
3.4 Sumber dan Jenis Data
Menjelaskan sumber data yang di dapat ( berupa data primer atau sekunder ) jenis data (kualitatif atau kuantitatif)
3.5 Metode pengumpulan data
Teknik dan alat ukur yang digunakan dalam pengumpulan data dan setiap alat ukur yang digunakan perlu dijelaskan
5.6 Teknik analisis data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
Pada bab ini berisi mengenai gambaran secara jelas dan singkat mengenai obyek penelitian yang ada di Rumah Sakit Mata Cicendo.
BAB V HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil penelitian
Menggambarkan hasil yang dilakukan sebelum dan sesudah melaksanakan penelitian, persiapan administrasi / di lapangan, up coba alat ukur, hasil-hasil yang diperoleh (data subjek, uji asumsi, hasil ).
5.2 Analisis Hasil penelitian
Hasil analisis statistik berupa tampilan akhir.
5.3 Uji Hipotesis
Berisi hasil-hasil Pengujian hipotesis serta jawaban pertanyaan penelitian.
5.4 Pembahasan
Berisi pembahasan atau diskusi mengenai hasil (dan atau juga hasil tambahan) yang diperoleh, dikaitkan dengan teori dan atau kondisi subjek / situasi di lapangan, juga kelemahan dari penelitian tersebut.
BAB VI PENUTUP
6.1 Simpulan
Berupa poin-poin yang berisi hasil penelitian yang menjawab hipotesis penelitian dan hasil tambahan lainnya.
6.2 Saran
saran untuk subjek atau pihak-pihak yang berkaitan dengan hasil penelitian, juga untuk penelitian selanjutnya

Daftar Pustaka
Lampiran

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu
Studi kasus yang pernah dilaksanakan Dodik dan Tri (2005) pada sebuah Bank Pasar Karang Anyar dengan menggunakan pengujian hipotesis bahwa ada pengaruh yang signifikan pelayanan kredit perorangan dan kelompok terhadap kepusaan pelanggan, penelitian itu juga mendukung penelitian Wahyudi dan Muryati (2001) berkaitan dengan kepuasan pelanggan PDAM Kabupaten Klaten, dimana pelayanan petugas sangat signifikan terhadap kepuasan pelanggan, dalam penelitian itu semua variable bebas (reliability, responsiveness, empaty, assurance, dan tangible) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasaan pelanggan PDAM.
Hasil penelitian internal yang dilakukan oleh RSUD Kota Yogyakarta mengenai pelayanan kesehatan khususnya pada instalasi rawat jalan menunjukkan ketidakpuasan pelayanan kesehatan lebih dominan pada dimensi kehandalan dibandingkan dimensi lainnya. Sedangkan yang dilakukan oleh RSUD Labuang Baji Makassar pada instalasi rawat inap menunjukkan ketidakpuasan pelayanan kesehatan lebih dominan pada dimensi tampilan. (BPKP, 2003).




2.2 Landasan Teori
2.2.1 Mutu Pelayanan
Para ahli mendefinisikan tentang batasan mutu pelayanan, diantaranya yang dipandang cukup penting, yaitu :
· Mutu adalah kemampuan kecocokan pengguna (fitness for use) (Juran, 1994)
· Mutu adalah tingkat total kesempurnaan dari suatu program yang diamati (Winston Dictionary, 1956).
· Mutu adalah gambaran sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan pelayanan untuk memberikan kebutuhan kepuasan (America Society for Quality Control, 1994)
· Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang jasa, yang didalamnya terkandung sekaligus rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (Din ISO 8402, 1986)
· Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabenidian, 1980).
· Suatu produk apabila ditambah dengan pelayanan akan menghasilkan kekuatan yang memberikan manfaat pada perusahaan dalam meraih profit bahkan untuk menghadapi pesaingnya. (Lovelock, 1980).
· Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat dipenuhinya standar porifesi yang baik dalam pelayanan pasien dan terwujudnya out come (hasil akhir) yang selayaknya diharapkan yang menyengkut pelayanan pasien, diagnosa, prosedur dan pemecahan masalah. (The Joint Commision on Accreditation of health Care Organization, 1989).
Pendekatan evaluasi (penilaian) mutu yaitu, standar struktur, proses dan luaran atau out come
· Standar Struktur
Standar struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan dan sistem, kadang-kadang juga disebut sebagai masukan, termasuk ke dalamnya antara lain hubungan organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite, personel, peralatan gedung, reka medik, keuangan, perbekalan, obat dan fasilitas. Standar struktur merupakan rules of the game.
· Standar Proses
Standar proses adalah menyangkut semua aspek pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, melakukan proses dan kebijaksanaan. Standar proses akan menjelaskan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya dan bagaimana sistem bekerja. Dengan perkataan lain standar proses adalah playing the game
· Standar Luaran
Standar luaran atau out came adalah hasil akhir atau akibat dari pelayanan kesehatan. Standar luaran akan menunjukan apakah pelayanan kesehatan berhasil atau gagal. Out come merupakan apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap mana keberhasilan tersebut akan diukur, (Donabedian dalam Pohan, 2003).




Gambar 2.1
Kerangka Pikir Pengukuran Mutu menurut Donabedian
STRUKTUR


PROSES


LUARAN
Sumber Daya Manusia


Anamnesis


Tingkat Kepatuhan Meningkat
Perbekalan


Pemeriksaan Fisik


Tingkat Kesembuhan Meningkat
Peralatan


Pemeriksaan Penunjang Medik


Tingkat Kematian Menurun
Bahan


Peresepan Obat


Tingkat Kesakitan Menurun
Fasilitas


Penyuluhan Kesehatan


Tingkat Kecacatan Menurun
Kebijaksanaan


Merujuk Pasien


Kepuasan Pasien Meningkat
Standar






Sumber : Donabedian dalam Pohan (2003).

Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ada empat unsur, yaitu unsur masukan, lingkungan, proses serta keluaran.
1. Unsur masukan, yaitu semua hal yang diperlukan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan, adapun yang terpenting dalam unsur masukan yaitu tenaga pelaksana (man), dana (money) dan sarana (material)
2. Unsur Lingkungan, yaitu keadaan sekitar yang mempengaruhi pelayanan kesehatan. Yang terpenting dalam institusi kesehatan adalah kebijakan (policy), organisasi (organization) dan manajemen (management)
3. Unsur Proses, yaitu semua tindakan yang dilakukan pada pelayanan kesehatan. Tindakan tersebut secara umum dapat dibedakan yakni tindakan medis (medical procedures) dan tindakan non medis (non medical procedures)
4. Unsur keluaran, yaitu menunjuk pada penampilan pelayanan kesehatan yang diselengarakan (performance) yang secara umum dapat dibedakan penampilan aspek medis (medical performance) dan penampilan aspek non medis (non medical performance)
Keempat unsur ini saling berhubungan yang secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
Salah satu kesulitan dalam merumuskan pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah karena mutu itu sangat melekat dengan faktor-faktor subjektivitas yang berkepentingan, baik pasien / konsumen, pemberi pelayanan kesehatan, penyandang dana, masyarakat atau pemilik sarana pelayanan kesehatan. Membuktikan adanya perbedaan perspektif mutu pelayanan kesehatan yaitu sebagai berikut :
a. Bagi pasien / masyarakat, mutu pelayanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu pelayanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan diselanggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tangap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya penyakit. Hal ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan atau mau datang berobat lagi.
b. Bagi pemberi pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan yang bermutu adalah tersedianya peralatan, prosedur kerja (protokol), kebebasan profesi dalam setiap melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir dan bagaimana luaran (out come) hasil pelayanan kesehatan itu. Komitmen dan motivasi pemberi pelayanan kesehatan tergantung kepada kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal.
c. Bagi penyandang dana, mutu pelayanan kesehatan adalah suatu pelayanan yang efisien dan efektif. Pasien dapat disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya pelayanan kesehatan akan dapat menjadi efisien, kemudian digalakan upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit agar pengguna pelayanan kesehatan akan semakin berkurang.
d. Bagi pemilik sarana kesehatan, mempunyai presepsi bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu adalah sebagai pelayanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan dan mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif yang masih terjangkau oleh pasien / masyarakat, yaitu pada tingkat biaya dimana belum terdapat keluhan pasien dan masyarakat.
e. Bagi administrator pelayanan kesehatan, meskipun tidak langsung memberi pelayanan kesehatan, namun ikut bertanggung jawab dalam persoalan mutu pelayanan ksehatan. Kebutuhan akan supervisi, pengelola keuangan dan logistik akan merupakan salah satu tantangan dan kadang-kadang kurang memperhatikan prioritas, sehingga menimbulkan persoalan dalam pelayanan kesehatan. Dengan cara memusatkan perhatian terhadap beberapa dimensi mutu tertentu akan dapat membantu administrator pelayanan kesehatan dalam menyusun prioritas serta harus mampu menyediakan apa kebutuhan dan harapan pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Pembahasan tentang kepuasan pasien yang dikaitkan dengan mutu pelayanan bukanlah pembahasan yang bersifat luas, melainkan paling tidak dibatasi oleh dua pembatasan yaitu :
1. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien. Untuk menghindari adanya unsur subjektifitas yang dapat mempersulit upaya peningkatan mutu, ditetapkanlah bahwa yang dimaksud dengan kepuasan disini, sekalipun orientasinya individual, tetapi ukuran yang dipakai adalah yang bersifat umum, yakni yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk. Dengan perkataan lain mutu suatu pelayanan dinilai baik, apabila pelayanan tersebut dapat menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk.
2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan. Yang telah disepakati adalah yang menyangkut upaya yang dilakukan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Untuk melindungi kepentingan pasien yang pada umumnya awam terhadap tindakan medis, maka ditetapkanlah kode etik serta standar pelayanan. Suatu pelayanan sekalipun dinilai dapat memuaskan pasien tetapi apabila penyelenggaraannya tidak sesuia dengan kode etik serta standar pelayanan, bukanlah pelayanan yang bermutu, ,(Azwar, 1996).
Bertitik tolak dari adanya dua pembatasan tersebut, dapatlah dirumuskan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan yang telah ditetapkan.

2.2.2 Kepuasaan Pasien
Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau out come produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang, Kolter (1994). Dengan demikian tingkat kepuasan adalah suatu fungsi antara penampilan yang dirasakan dan harapan, pelanggan tidak dipuaskan. Bila penampilan sebanding dengan harapan, pelanggan akan puas. Apabila penampilan melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Tingkat kepuasan sifatnya sangat subjektif dan individual, namun demikian parameter ini tidak dapat diabaikan dan menjadi lebih penting terutama era kompetisi dan persaingan bebas, dimana masing-masing pelayanan saling berkompetisi merebut konsumen.
Kepuasan pasien merupakan aspek yang paling menonjol dalam pelayanan puskesmas dari sudut pandang penerimaan pelayanan oleh konsumen maka kepuasan pasen merupakan lini terdepan yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan suatu puskesmas dalam meningkatkan jumlah kunjungan pasien. Pemberian pelayanan yang mampu memberikan kepuasan pada pasien akan menghasilkan konsumen-konsumen yang cenderung mengikat untuk kembali menggunakan puskesmas tersebut. Hal tersebut sangat besar dipengaruhi oleh kemahiran karyawan/petugas dalam berbagai aspek kepuasan pasien (Rowland, 1992)
Di dalam dunia kesehatan seperti juga industri jasa atau barang lainnya, penilaian kualitas dirasakan sangat ditekankan berdasarkan feed back dari pengguna jasa, bahkan kepuasan pasien merupakan aspek yang paling menonjol dalam tingkat pelayanan puskesmas. (Rowland, 1992).
Kepuasan pasien berkenaan dengan dua hal yang ditawarkan yaitu, pelayanan yang diharapkan dan kenyataan yang diterima. (Gregory Pascoe, 1983), ia tidak dapat menilai dengan baik karena kurangnya pengetahuan dalam bidang klinik. Bila kenyataan yang diterima lebih dari harapan mereka menyatakan puas, sebaliknya apabila pelayanan yang diterima kurang yang diharapkan maka mereka akan menyatakan tidak puas.
Dengan kata lain seperti yang dijelaskan dalam gambar di bawah ini, jika konsumen merasa apa yang diperoleh lebih rendah dari harapannya (negatif diskonfirmasi) maka konsumen tersebut akan tidak puas. Sebaliknya jika yang diperoleh konsumen melebihi apa yang ia harapkan (positif diskonfirmasi) maka konsumen akan puas. Sedangkan pada keadaan dimana apa yang diterima sama yang diharapkan, maka konsumen tersebut akan tidak puas dan puas (netral).


Gambar 2.4 Paradigma Diskonfirmasi harapan
Kinerja yang diharapkan
( E )
Kinerja yang dirasakan
( P )
Perbandingan
PE
P=E
Konfirmasi
Positif Diskonfirmasi
Puas
Netral









Sumber : Walker 1995
Kepuasan adalah konsep yang lebih luas dari hanya sekedar penilaian kualitas pelayanan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, (Zeithmal dan Bitner 1996). Sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.5 kepuasan pasien dipengaruhi oleh presepsi pasien terhadap kualitas jasa, kualitas produk, harga dan oleh faktor situasi dan faktor personal dari konsumen.






Gambar 2.5
Model hubungan antara kualitas jasa dan kepuasan konsumen

Faktor –faktor situasional
Tampilan


Kehandalan



Tanggapan



Keyakinan



Empati
Mutu Pelayanan




Mutu Produk




Harga
Kepuasan pelanggan
Faktor-faktor personal









Sumber Zeithmal dan Bitner (1996).
Perusahaan yang bergerak dibidang jasa sangat tergantung pada kualitas jasa yang diberikan, terdiri dari lima dimensi yaitu :
a. Keandalan (reliability), merupakan kemampuan dari penyedia jasa untuk memberikan pelayanan yang telah dijanjikan secara akurat, dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Dengan kata lain keandalan berarti sejauh mana penyedia jasa mampu memberikan apa yang telah dijanjikan kepada konsumen.
b. Responsip (responshiveness), merupakan kesediaan penyedia jasa terutama stafnya untuk membantu konsumen serta memberikan pelayanan yang tepat sesuai dengan kebutuhan konsumen. Dimensi ini menekankan pada sikap dari penyedia jasa yang penuh perhatian, cepat dan tepat menghadapi permintaan, pertanyaan, keluhan dan masalah konsumen.
c. Keyakinan (assurance), yaitu dimensi yang menekankan kemampuan penyedia jasa untuk membangkitkan rasa percaya dan keyakinan diri konsumen bahwa pihak penyedia jasa terutama pegawainya, mampu memenuhi kebutuhan konsumennya.
d. Tampilan (tangible), yaitu penampilan fisik penyedia jasa seperti gedung, tata letak peralatan serta penampilan fisik dari personel penyedia jasa.
e. Empati (empaty) merupakan kemampuan penyedia jasa dalam memperlakukan konsumen sebagai individu-individu yang spesial
(Zeithmal dan Bitner,1996)

2.2.3 Pengukuran Kepuasan
Metode untuk mengukur kepuasan adalah :
1. Sistem keluhan dan saran
Perusahaan yang berwawasan pelanggan akan menyediakan formulir bagi pelanggan untuk melaporkan kesukaan dan keluhannya. Selain itu dapat berupa kotak saran dan telepon pengaduan bagi pelanggan, alur informasi ini memberikan banyak gagasan baik dan perusahaan dapat bergerak lebih cepat untuk menyelesaikan masalah
2. Ghost Shoping (Pelanggan bayanan)
Mempekerjakan beberapa orang yang berperan sebagai pembeli potensial yang melaporkan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dengan produk pesaing.
3. Lost Costumer Analysis (Analisa pelanggan yang beralih)
Perusahaan meneliti pelanggan yang telah berhenti memberi agar mengetahui mengetahui penyebabnya (apakah harganya tinggi, pelayanan kurang baik, produk kurang diandalkan, dan seterusnya) sehingga dapat diketahui tingkat kehilangan pelanggan.
4. Survei kepuasan pelanggan
Perusahaan tidak dapat menggunakan tingkat keluhan sebagai ukuran kepuasan pelanggan, perusahaan yang responshif mengukur kepuasan pasien secara berkal, yaitu dengan mengirimkan daftar pertanyaan atau menelpon secara acak dari pelanggan untuk mengetahui perasaan mereka terhadap berbagai kinerja perusahaan, selain itu juga ditanyakan tentang kinerja industri saingannya, (Kotler,1994).
Pengukuran kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan sistem keluhan dan saran. Organisasi yang bersifat customer oriented memberi kesempatan yang leluasa kepada pelanggan untuk menyampaiakan saran dan keluhan
Gambar 2.5
Konsep kepuasan pelanggan
Tujuan Perusahaan Kebutuhan dan keinginan pelanggan


Produk Harapan Pelanggan terhadap produk


Nilai Produk bagi pelanggan




Tingkat Kepuasan Pelanggan

Oliver (dalam Engel, et al, 1990, Prawira. 1993)

Dalam konsep model kualitas yang dikenal sebagai servqual model juga terlihat ada empat faktor yang mempengaruhi presepsi dan harapan pasien terhadap jasa pelayanan, yaitu :
1. Pengalaman dari teman-teman (word of mouth)
2. Kebutuhan atau keinginan (personel needs)
3. Pengalaman masa lalu saat menerima jasa pelayanan (post experience)
4. Komunikasi melalui iklan / pemasaran (external comunications to costumer)
Di dalam masyarakat terdapat bermacam-macam kelompok yang mempunyai perbedaan yang mempengaruhi harapan dan presepsi pasien. Perbedaan tersebut menggambarkan nilai-nilai kelompok dan kekuatan untuk memenuhi kebutuhan termasuk kebutuhan dalam bidang kesehatan. Perbedaan tersebut didasarkan karena perbedaan masyarakat, perbedaan tingkat pendidikan, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, perbedaan agama, perbedaan suku bangsa. (Notoatmojo, dkk, 1989).

2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian dan literatur di atas maka dapat disusun kerangka teori sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.6
Kerangka Pemikiran Penelitian
KUALITAS PELAYANAN
Reability(X1)
Rresponsiveness (X2)
Emphaty (X3)
Assurance (X4)
Ttangible (X5)


KEPUASAN PASIEN










2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis yang dapat penulis ajukan sebagai berikut :
Ada pengaruh kepuasan pasien terhadap reability (keterandalan), responsiveness (cepat tanggap), emphaty (empati), assurance (jaminan), dan tangible (nyata) pada pasien Rawat Inap Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Identifikasi Variabel
Penelitian ini merupakan tipe penelitian pengujian hipotesis mengenai pengaruh kepuasaan pasien terhadap reability (keterandalan), responsiveness (cepat tanggap), emphaty (empati), assurance (jaminan), dan tangible (nyata) terhadap kepuasan pasien di ruang Instalasi Rawat Inap RS Mata Cicendo Bandung.
Gambar 2.6
Kerangka Konsep Penelitian
KUALITAS PELAYANAN
Reability(X1)
Rresponsiveness (X2)
Emphaty (X3)

KEPUASAN PASIEN
(Y)






Assurance (X4)
Ttangible (X5) VARIABEL TERIKAT


VARIABEL BEBAS

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menerapkan penelitian Dodik dan Tri (2005) tentang pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan nasabah Bank Kredit. Penulis akan menerapkan desain penelitian itu kepada pasien Rawat Inap.

3.2 Definisi Operasional Variabel
Menghindari luasnya tinjauan atas variable-variabel maka diberikan definisi operasional yang akan digunakan. Skala penelitian yang digunakan dengan menggunakan skala likert (1-5).
Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Kepuasan Nasabah
Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan pengguna jasa layanan yang diberikan oleh Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, indikator yang digunakan adalah pasien umum dan pasien askes.
Realiability (Keterandalan)
Yaitu kemempuan Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan yang baik, cepat, dan tepat kepada pasiennya sesuai dengan pelayanan yang dijanjikan. Dimensi reliability dapat dilihat dari ketepatan melaksanakan janji, dapat dipercaya, dan akursi dalam pencatatan dokumen.
Responsiveness (Cepat Tanggap)
Yaitu kemempuan pihak Rumah Sakit untuk berusaha memberikan bantuan kepada pasien dan memenuhi pelayanan yang tepat.
Empaty (Empati)
Yaitu kemampuan pihak Rumah sakit untuk memberikan perhatian secara individu.

Assurance (Jaminan)
Yaitu pengetahuan dan keramahan petugas yang harus dimiliki oleh pegawai Rumah Sakit dan kemampuan mereka dalam profesi pekerjaanya sehingga menanamkan kepercayaan diri kepada pasien.
Tangibel (Nyata)
Yaitu keberadaan fasilitas-fasilitas fisik, peralatan, pegawai dan alt-alat pendukung yang berujud dari Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kepada nasabah.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah suatu himpunan unit yang biasanya berupa orang, objek, transaksi atau kejadian di mana kita tertarik untuk mempelajarinya (Kuncoro, 2001 :22). Dalam penelitian ini populasi yang dimaksudkan adalah pasien umum dan askes.
Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi. Sampel diambil secara random sampling. Jumlah sampelberdasarkan pendapat Roscoe seperti dikutif Sekaran (2000) bahwa ukuran sampel lebih besar dari 30 dan kurang dari 500 telah mencukupi untuk digunakan dalam semua penelitian. Pendapat Rescoe tersebut dalam sebuah penelitian sudah dianggap mencukupi. Mengacu pada pendapat Roscoe yang dikutip sekarang (2000) itu, maka jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 responden dari populasi yang ada di Instalasi Rawat Inap RSMC Bandung.

3.4 Sumber dan Jenis Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan data primer yang didapatkan melalui kuioner dan observasi (dalam hal ini masalah Instalasi Rawat Inap RSMC Bandung).

3.5 Metode Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner dan observasi,
Kuisioner
Dengan menggunakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk memperoleh data yang diperoleh.
Observasi
Dengan cara mengadakan pengamanan langsung pada objek penelitian untuk melengkapi data yang diperlukan. Data yang diperoleh antara lain data perkembangan jumlah pasien umum dan askes dari tahun 2002 sampai dengan 2006.

3.6 Teknik Analisa Data
Data yang masuk akan dianalisis dan diuji dengan menggunakan statistik metode regresi linier berganda. Dalam penelitian ini, sebagai variabel tak bebas adalah kepuasan pasien sedangkan sebagai variabel bebas adalah realibility, responsiveness, empathy, assurance, dan tangible.
Adapun persamaan regresi linier berganda dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
3.6.1 Analisa regresi linier berganda.
Y = a + b1X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5X5 + ei
Keterangan :
Y = Kepuasan pasien
X1 = reliability
X2 = responsivness
X3 = empathy
X4 = assurance
X5 = tangible
a = kontanta
b1,b2,b3,b4,b5 = koefisien regresi
ei = faktor error
hasil persamaan regresi berganda tersebut kemudian diaanalisis dengan menggunakan beberapa uji :

3.6.2 Uji Statistik
1) Uji Ketepatan Parameter Penduga (Estimate)
Uji-t digunakan untuk menguji apakah pertanyaan hipotesis benar (Setiaji, 2004 : 13). Uji statistik t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh suatu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variabel terikat. Adapun prosedurnya sebagai berikut :
a) Menentukan Ho dan H1 (hipotesis nihil dan hipotesis alternatif)
b) Dengan melihat hasil print out computer melalui program SPSS for window, diketahui nilai t-hitung dengan signifikansi nilai t.
c) Jika signifikansi nilai t <> 0,05 maka tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Artinya Ho diterima dan menolak H1, pada tingkat signifikansi α = 5%. Namun bila nilai t sig < 0,10 maka ada pengaruh yang signifikan pada signifikansi α = 1%.
2) Uji Ketepatan Model
a) Uji-F
Yaitu untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel tak bebas secara bersama-sama. Menurut kuncoro (2001 : 98) uji statistik F pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel bebas yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat.
Adapun prosedurnya sebagi berikut :
Menentukan Ho dan H1 (hipotesis nihil dan hipotesis alternatif)
Menentukan level of signifikans (missal α = 5%)
Kriteria Uji-F, dengan melihat hasil print out komputer, jika hasil sig value < 5% berarti signifikan.

b) Uji Koefisien Determinasi (R²)
Menurut satiaji (2004:20) koefisien determinasi (R²) pada intinya digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variabel terikat.
Rumus R² yang digunakan adalah :

∑ (Ỹ - Y)²
R² = ————
∑ (Y - Yˉ)²
informasi/berita terbaru